Sejarah Awal Mula Candlestick Digunakan Dalam Transaksi

sejarah candlestick

AlexIndonesiaFamilyBagian Pertama – Munehisa Homma, seorang pengusaha beras di Jepang pada tahun 1700-an paling terkenal dalam memprediksi pergerakan harga beras pada masanya.

Sebelum membahas sosok Munehisa Homma, kita flashback dulu ke masa sebelum kehadiran beliau, yaitu tahun 1500-an hingga pertengahan tahun 1700-an. Pada periode ini Jepang yang berjumlah 60 provinsi dan bersatu menjadi sebuah negara dengan jalur niaga tercepat. Dimasa tersebut antara tahun 1500 sampai 1600, Jepang adalah negara yang dalam peperangan antara sesama ” daimyo ” (yang berarti ” Tuan Feodal “) dan ” daimyo ” lainnya untuk memperebutkan wilayah yang saling berdekatan. Waktu yang tidak diatur ini disebut sebagai “Perang antar Waktu Bangsa” atau di kenal dengan sebutan ” Sengoku Jidai “.


Pada awal tahun 1600-an, muncullah tiga Jenderal yang sangat luar biasa yaitu Nobunaga Oda, Hideyoshi Toyotomi dan Leyasu Tokugawa yang berhasil menyatukan Jepang selama 40 tahun ke depan. Prestasi dan usaha yang diperoleh mereka terus dikenang dalam sejarah dan adat istiadat serta tradisi Jepang. Beberapa orang Jepang memiliki istilah dari penyatuan ketiganya yaitu : “Nobunaga menumbuk nasi, Hideyoshi mengaduk adonan dan Tokugawa yang memasak kuenya”.

Dengan kata lain ketiga Jendral inilah yang paling berperan dalam menyatukan Jepang. Namun Tokugawa, orang terakhir dari Jenderal Besar ini kemudian memerintah negara Jepang dari tahun 1615 hingga 1867. Era ini di kenal dengan ” Shogun Tokugawa “.

Pada masa kepemimpinannya, strategi militer yang dilakukan Jepang selama berabad-abad menjadi bagian awal dari terminologi Candlestick yang akan kita bahas dalam artikel artikel selanjutnya.

Kemampuan dalam strategi, psikologi, kompetisi, strategi membalikkan keadaan dan keberuntungan menjadi syarat dalam memenangkan peperangan. Maka tidak heran dalam Candlestick didapat istilah “Serangan Malam dan Serangan Fajar”, “Pola Tiga Serdadu yang sedang Berderap Maju”, “Garis Garis Perlawanan”, “Kuburan” dan lain sebagainya. Stabilitas relatif dari sistem feodal pusat Jepang, yang dipimpin oleh Tokugawa menawarkan peluang baru. Perekonomian agraris berkembang pesat dan yang terpenting terjadi perkembangan dan kemudahan dalam perdagangan dalam negeri. – bersambung bagian ke 2

/Alex L. Setiawan

Balik ke Atas